Tiga tahun terakhir ini industri asuransi kredit global terkonsentrasi dan didominasi tiga Perusahaan pemain asuransi kredit global, di antaranya Allianz Trade, Atradius dan Coface, yang semuanya adalah perusahaan asuransi negara Eropa. Ketiga perusahaan itu juga beroperasi di Indonesia melalui kemitraan dengan perusahaan asuransi lokal.
Laporan IFG Progress menyatakan bahwa perkembangan asuransi kredit global tumbuh relatif cukup tinggi sepanjang 2017-2019, tetapi pada 2020 terkontraksi sebe sar -16% YoY akibat dampak pandemi Covid-19 seiring dengan meningkatnya risiko akibat dari ketidakpastian kondisi perekonomian yang kemudian berdampak pada semakin sulitnya perusahaan untuk membayar premi dalam mengasuransikan aktivitas kreditnya.
Kondisi tersebut juga menunjukkan bahwa asuransi kredit sebagai subsektor asuransi yang erat kaitannya dengan kondisi makroekonomi juga menjadi salah satu subsektor ekonomi yang terdampak pandemi.
Berbeda dengan karakteristik asuransi kredit global yang fokus kepada kredit produktif dan transaksi perdagangan, maka asuransi kredit yang berkembang di Indonesia terbagi menjadi dua.
Pertama, proteksi untuk kredit produktif yang diinisiasi oleh penugasan KUR dari pemerintah, seperti kredit modal kerja, kredit investasi dan lainnya, di mana periode kreditnya setahun atau jangka pendek.
Kedua, asuransi untuk kredit konsumtif yang banyak dikeluarkan oleh bank umum, bank daerah maupun BPR untuk para debiturnya, di mana periode kreditnya jangka panjang hingga 15 tahun.
Kalau melihat data 10 tahun kinerja asuransi kredit di Indonesia, 5 tahun terakhir menunjukkan kontribusi premi yang cukup besar, dengan penetrasi yang tumbuh cukup massif, namun result bisnisnya terlihat mengalami tren penurunan.
Sebagai sektor yang berperan dalam mengelola dan memitigasi risiko di sektor keuangan, serta mayoritas kepemilikan saham di industri asuransi kredit merupakan lembaga jasa keuangan lainnya, maka sangat dibutuhkan dukungan kebijakan sektor keuangan serta kerangka regulasi yang solid guna meningkatkan pengawasan industri asuransi kredit.
Penyempurnaan ketentuan produk dan proses bisnis asuransi kredit perlu menjadi prioritas terkait multiple impact jika terjadi ketidak sanggupan bayar penanggung kepada tertanggung, yang dapat berimbas ke ekosistem perbankan dan pembiayaan.
Perusahaan asuransi perlu melakukan seleksi dan pengelolaan risiko agar dapat mengukur dan memilih risiko yang dapat ditanggung sesuai dengan risk appetitenya.
Nature dari Asuransi Kredit adalah pertanggungan yang menjamin risiko kerugian kreditur atas tidak terbayarkannya sisa pinjaman debitur berdasarkan perjanjian pemberian pinjaman dari kreditur ke debitur.
Untuk itu perusahaan asu- ransi harus memastikan telah memiliki informasi yang memadai mengenai objek pertanggungan; memastikan kredit yang diberikan telah sesuai prosedur dari kreditur; menetapkan periode asuransi, nilai pertanggungan, manfaat asuransi, retensi sendiri, dan DODY A S DALIMUNTHE Direktur Utama Asuransi Asei Indonesiadukungan reasuransi berdasarkan kemampuan perusahaan untuk menanggung risiko; dan membentuk cadangan teknis dengan menggunakan asumsi estimasi terbaik serta memperhitungkan risiko pemburukan.
Nilai pertanggungan asuransi kredit paling tinggi adalah sebesar outstanding kredit debitur. Periode asuransi adalah satu tahun dapat diperpanjang sampai dengan jatuh tempo kredit. Penetapan premi harus mempertimbangkan profil risiko dari masing-masing objek asuransi agar besaran premi sesuai dengan risiko pada objek asuransi tersebut.
Premi harus mempertim bangkan risiko, manfaat yang dijanjikan, ditetapkan pada tingkat yang mencukupi, tidak berlebihan, dan tidak diterapkan secara diskriminatif, serta didasarkan pada asumsi yang wajar dan praktik asuransi yang berlaku umum.
Proses seleksi debitur yang akan mendapatkan pinjaman dilakukan sepenuhnya oleh pihak kreditur, dalam hal ini adalah bank yang menjadi tertanggung asuransi. Di sisi lain, pihak asuransi akannconcern pada faktor-faktor underwriting yang dapat berpengaruh kepada risiko ketidaksanggupan bayar dari debitur.
Untuk itu, dalam pertanggungan asuransi kredit perlu ada risk sharing agar tertanggung juga melakukan manajemen risiko pemberian pinjaman yang selektif dan terkontrol. Dengan beban risiko yang juga ditanggung oleh bank sebagai tertanggung. pertanggungan ini bisa dibilang bisa lebih termitigasi.
Besaran nilai risk sharing pihak kreditur atau bank sebagai tertanggung memang akan lebih kecil dibanding- kan porsi risiko penanggung. Nilai itu sifatnya negotiable sepanjang dapat mendorong pihak bank melakukan miti- gasi risiko untuk melakukan seleksi debitur.
Pengaturan proses bisnis dan tata kelola asuransi kredit, perlu menjadi prioritas bersama baik regulator industri asuransi maupun industri perbankan.
Ekosistem asuransi kredit mencakup sektor keuangan dan sektor riil, sehingga jika terjadi kondisi yang buruk di perusahaan asuransi yang berdampak pada ketidaksanggupan bayar asuransi akan berpotensi masalah sistemik di industri.
Semoga dengan kesamaan pandang dan kebersamaan semua pihak dapat mewujudkan ekosistem industri asuransi yang sehat, modern dan maju.
Sumber : Koran Bisnis Indonesia rubrik OPINI tanggal 18 September 2023